Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan terhadap RUU EBT dari Perspektif Akademisi - RDP Komisi 7 dengan Rektor Universitas Indonesia, Rektor Institut Teknologi Surabaya dan Institut Teknologi Bandung

Tanggal Rapat: 1 Dec 2020, Ditulis Tanggal: 17 Dec 2020,
Komisi/AKD: Komisi 7 , Mitra Kerja: Institut Teknologi Bandung

Pada 1 Desember 2020, Komisi 7 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Rektor Universitas Indonesia, Rektor Institut Teknologi Surabaya dan Institut Teknologi Bandung tentang masukan terhadap RUU EBT dari perspektif akademisi. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Sugeng Suparwoto dari Fraksi Nasdem dapil Jawa Tengah 8 pada pukul 10:13 WIB. (Ilustrasi: Economy Okezone)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Rektor Universitas Indoensia
  • Memosisikan EBT yang menggantikan secara bertahap energi tak terbarukan sehingga menjadi modal pembangunan berkelanjutan yang mendukung perekonomian nasional dan mengembangkan, serta memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia.
  • Menggantikan secara bertahap berarti harus jelas pembangkit apa yang akan diganti dan kapan target waktunya, misalnya di tahun sekian pembangkit batubara sudah harus ditutup.
  • Masukan untuk Pasal 40 RUU EBT:
    • Sudah ada peraturan tentang FIT dan Expor Impor (Exim), tetapi masyarakat tidak tertarik
    • Kata "wajib" mungkin akan dilakukan PLN, tetapi dengan harga yang tidak menarik bagi investor atau masyarakat, maka perlu ada Permen yang lebih menarik yang mampu mendongkrak presentase ET
    • Perlu penjelasan kata "harus mencampur" apakah blending vs mix
  • Masukan untuk RUU EBT:
    • Jika ada suatu lokasi yang sudah memiliki struktur atau berdiri EBT, perlu didukung sampai beroperasi. Negara atau pihak swasta perlu mendorong EBT tersebut sampai beroperasi penuh:
      • Masyarakat lokal diberikan insentif pendidikan terkait dengan EBT tersebut
      • Insentif berupa pendidikan dasar teknik dan pembentukan sistem pemodalan berbasis pada kekuatan lokal
    • Indonesia adalah negara kepulauan dan memiliki daerah pantai panjang dan lautan yang memiliki energi yang tidak habisnya. Perlu didorong berbagai aturan pemerintah yang sangat berpihak pada pengembangan usaha lokal, sehingga timbul sentra ekonomi baru. Industri yang dikembangkan swasta perlu digeser dari orientasi daratan menuju orientasi pantai.
    • Belum terlihat skala prioritas perkembangan EBT di Indonesia, sehingga perlu tertuang kepada aturan hukum dan kebijakan publik yang akan mendorong tumbuh kegiatan EBT skala kecil di daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal), sehingga masyarakat menyadari manfaat energi untuk meningkatkan kesejahteraan suatu daerah.

Rektor Institut Teknologi Surabaya
  • Politik perekonomian merupakan tindakan yang harus dijalankan dalam jangka pendek dan panjang untuk memperbesar kemakmuran rakyat dengan memperbaharui tenaga produktif.
  • Dalam konteks EBT, kita mengambil tindakan. Rektor ITS mengapresiasi DPR-RI di UU Energi bukan hanya mengedepankan ketahanan energi tetapi juga kemandirian energi, namun pasal-pasalnya belum mencerminkan hal itu.
  • Proses dan substansi RUU:
    • ITS mengapresiasi undangan RDPU untuk mendengarkan pendapat perguruan tinggi dalam proses penyusunan RUU EBT.
    • Proses dan substansi adalah dua hal pokok dalam penyusunan suatu RUU.
    • Pengalaman masa lalu, ada juga UU yang kemudia justru menimbulkan ketidakpastian hukum dalam waktu yang lama, karena ada pasal-pasal yang bertentangan dengan UUD 1945 dan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
    • Mengapa pasal-pasal dalam suatu UU dibatalkan di MK:
      • Karena ada masalah serius
      • Ini berarti dapat terjadi, bahwa menyepakati hal yang serius bermasalah
      • Karenanya, dasar pemikiran atau pendekatan untuk penyusunan/revisi UU perlu diperbaiki
  • Dalam pembangunan negara dan masyarakat, bagian tenaga nasional dan kapital nasional semakin lama semakin besar, bantuan tenaga asing dan kapital asing tidak apa-apa, tetapi semakin lama harus dikurangi.
  • Jika hanya mementingkan emisi karbon tetapi mengorbankan ketahanan perekonomian, maka ini akan "jebol", seperti menggunakan parfum tetapi tidak mampu beli air untuk mandi.
  • EBT at all cost adalah berbahaya. Rektor ITS setuju penetapan harga dari UU Energi karena disana ada konsep keadilan. Kita ingin EBT berkembang, pengusaha untung tetapi negara tidak collaps.
  • Tantangan dan persoalan energi kita banyak jenisnya, banyak cakupannya dan bobotnya berat. Dalam penyusunan RUU EBT ini, diharapkan tidak menggunakan konsep at all cost, lebih baik menggunakan konsep di UU Energi yaitu ekonomi berkeadilan, dan ini sudah baik sekali.
  • EBT berbicara energi, bukan lingkungan. Di samping aspek lingkungan, ET harus dikembangkan menjadi modal pembangunan, terjadi juga penyerapan tenaga kerja. EBT at all cost akan memberatkan APBN.
  • Rektor ITS mengusulkan kembali pada harga energi sesuai dengan UU Energi, jadi antara UU Energi dan UU EBT saling berkesinambungan keduanya.

Institut Teknologi Bandung
  • Tanggapan umum terhadap RUU EBT:
    • Masukan RUU EBT sebagai kerangka upaya mitigasi perubahan iklim:
      • Pengarusutamaan dan harmonisasi kebijakan perubahan iklim dan sektor energi
      • Perkuatan kelembagaan perubahan iklim dan energi yang terkait
  • Tanggapan umum PKE-ITB terhadap RUU EBT:
    • Tanggapan umum berkaitan dengan kebijakan energi nasional:
      • Mendukung diterbitkannya UU EBT karena diperlukan untuk meningkatkan kontribusi EBT dalam bauran penyediaan energi (energy supply mix)
      • Latar belakang penyusunan UU EBT perlu ditekankan pada aspek pencapaian kemandirian dan ketahanan energi nasional dan dalam upaya pemenuhan target NDC, Long Term Strategy 2050 sektor energi dalam kerangka Perjanjian Paris
      • Karakteristik penting energi terbarukan untuk listrik adalah intermittency misalnya pada PLTS, PLT Bayu sehingga diperlukan pengaturan untuk menjaga kestabilan listrik melalui pendekatan energy storage atau sistem hybrid
    • Tanggapan terhadap Naskah Akademik RUU EBT:
      • Data dan informasi yang tertulis pada naskah perlu diperbaharui (outdated)
      • Gambar 1 pada naskah adalah proyeksi sampai dengan 2030 (bukan situasi saat ini), dan gambar tersebut kemungkinan membahas tentang supply dan demand minyak (satuan mb/d; mohon konfirmasi apakah maksudnya ribu barel per hari), bukan supply dan demand EBT
      • Biohidrokarbon belum masuk di dalam definisi bahan bakar nabati
  • Tanggapan PKE-ITB terhadap pasal-pasal dalam RUU EBT:
    • Bab VIII Pasal 51 Ayat 2.c:
      • Tertulis "mekanisme lelang terbalik" tanpa ada pengaturan/penjelasan/ketentuan lebih lanjut. Untuk itu perlu narasi tambahan
    • Bab VIII Pasal 51 Ayat 5:
      • Tertulis harga "bahan bakar" dimana seharusnya "harga bahan bakar nabati"
    • Bab VIII Pasal 51 Ayat 5.d:
      • Tertulis "subsidi negara" tanpa penjelasan/pengaturan lanjut. Untuk itu perlu tambahan narasi untuk penjelasan/pengaturan/ketentuan tentang hal ini karena merupakan hal yang pokok/penting
    • Bab X Pasal 53 Ayat 3:
      • Penggunaan dana energi terbarukan perlu ditambahkan (3) f. Subsidi harga energi terbarukan yang harganya belum dapat bersaing dengan energi tak terbarukan. Subsidi diberikan dalam jangka waktu tertentu
    • Bagian "Menimbang" dan "Mengingat":
      • Pada bagian awal "menimbang" (halaman 1) ditambahkan butir bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk turut serta dalam penanganan masalah pemanasan global dan perubahan iklim, sedangkan pada bagian awal "mengingat" (halaman 1) ditambahkan UU tentang Ratifikasi UNFCCC dan UU tentang Ratifikasi PA
    • Bab II Pasal 3:
      • Sebaiknya disebutkan juga secara eksplisit bahwa penyelenggaraan EBT juga bertujuan untuk mendukung usaha RI dalam mitigasi perubahan iklim dan memenuhi komitmen internasional (Paris Agreement atau UU 16/2016). Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kontribusi EBT pada pelaksanaan komitmen nasional dalam upaya global menstabilkan konsentrasi GRK (penurunan emisi GRK) (mengatasi pemanasan global)
      • Perlu penambahan poin i. Berkontribusi pada pelaksanaan komitmen nasional dalam upaya global menstabilkan konsentrasi GRK (penurunan emisi GRK) (mengatasi pemanasan global)
    • Bab X Pasal 53 Ayat 1:
      • Selain untuk mencapai target kebijakan energi nasional. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban untuk melaksanakan komitmen internasional yang telah disampaikan
    • Bab X Pasal 53 ayat 2.d:
      • Pada pasal ini, sumber pendanaan pembiayaan EBT salah satunya berasal dari dana perdagangan karbon; hingga saat ini diketahui bahwa mekanisme perdagangan karbon masih belum jelas. Adapun sejauh ini, Indonesia menerima insentif dari upaya penjagaan hutan dan penyimpanan karbon melalui mekanisme REDD+ yang kemudian pendanaan tersebut akan masuk ke BPDLH dan dikelola secara khusus untuk aktivitas pengelolaan hutan. Bagian ini perlu dipertimbangkan dan ditambahkan penjelasan mengenai seperti apa mekanisme pendanaannya. Pada pasal sebelumnya telah disebutkan akan diatur melalui Peraturan Pemerintah sehingga perlu dipertimbangkan keterkaitan dengan PP Instrumen Ekonomi Lingkungan
    • bab X Pasal 53 Ayat 3:
      • Dalam skala kecil, pengadaan EBT seringkali dihadapkan pada pengadaan sumber pembiayaan yang terbatas, kesulitan akses kepada sumber dana. Jaminan dari Pemerintah akan memungkinkan partisipasi swasta kecil maupun organisasi masyarakat sipil yang dinyatakan dalam RUU diakui perannya dalam pengadaan EBT

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan